PATI – Suasana di Desa Pulorejo, siang itu begitu panas. Maklum saja, saat itu waktu menunjukkan pukul 13.30. Sejumlah warga terlihat sibuk di teras rumahnya, mereka juga seolah tak menghiraukan sekelilingnya.
Benar saja, kegiatan menganyam bambu menjadi aneka kerajinan tangan memang bukan hal yang mudah. Butuh konsentrasi yang cukup, agar produk yang dihasilkan benar-benar sempurna tanpa celah, sekalipun.
Sebagian dari mereka, merupakan ibu rumah tangga yang keseharianya di rumah atau mengurus lahan pertanianya bersama suaminya. Sehingga, kegiatan yang dilihat itu, merupakan sampingan.
Meski beberapa diantaranya, ada yang benar-benar menekuninya sebagai mata pencaharian. Lebih dari puluhan warga, yang sibuk dengan kegiatan tersebut. Berdasarkan informasi yang dihimpun, kerajinan tangan dengan bambu dilakukan secara turun temurun. Sehingga sudah menjadi budaya bagi mereka.
Wiji, 45, salah satu perajin di desa setempat mengungkapkan, sudah puluhan tahun menekuni kerajinan tangan berbahan dasar bambu. Kerajinan yang sudah turun temurun ini menjadi sampingan masyarakat sekitar.
”Sejak kecil saya sering melihat orang tua membuat besek, entek, dunak, kipas, tebok dan produk- produk berbahan dasar bambu lainya. Maka saya bisa menirukan apa yang orang tua wariskan,” kata ibu tiga anak ini.
Saat ini, pembeli kerajinannya semakin menurun, kalaupun laku, jumlahnya tidak sebanyak zaman dulu. Harga memang menjadi pertimbangan masyarakat, sehingga pihaknya dan para pengrajin lainya kesulitan untuk menjualnya dengan jumlah yang besar.
”Ya kami memaklumi kondisi yang ada. Meskipun begitu, kami tetap berupaya mempertahankanya agar kerajinan tangan dari bambu ini tidak tergerus zaman. Sebab, kegiatan tersebut sudah menjadi potensi yang dimiliki daerah,” tandasnya.(IJH)