Semarang, Infojateng.id – Antusiasme warga Kota Semarang dalam menyambut bulan suci Ramadan terlihat luar biasa. Ribuan masyarakat tumpah ruah dalam perayaan Dugderan tahun ini, yang digelar dengan penuh kemeriahan dan kental akan nilai budaya.
Sejak siang hari, Jumat (28/2), Jalan Pemuda hingga halaman Balai Kota Semarang dipenuhi peserta dan warga. Berbagai busana adat Semarangan dikenakan, sementara beberapa peserta membawa patung warak ngendog—simbol akulturasi budaya khas Semarang yang mencerminkan harmoni keberagaman.
Wali Kota Semarang, Agustina, tampil sebagai Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Purbodiningrum dalam perayaan ini. Dengan balutan kebaya merah, ia tampak anggun mendampingi wakilnya, Iswar Aminuddin, yang mengenakan pakaian khas Semarang berwarna abu-abu.
Tradisi Dugderan ditandai dengan prosesi pemukulan bedug oleh Agustina bersama unsur Forkopimda, sebagai penanda resmi datangnya bulan suci Ramadan. Momen ini menjadi salah satu bagian yang paling dinantikan oleh masyarakat.
Keberadaan Agustina sebagai pemimpin baru Kota Semarang menambah daya tarik acara ini. Sepanjang prosesi, banyak warga yang antusias ingin berswafoto dengannya, dan ia dengan ramah melayani permintaan tersebut.
Sebelum melepas kirab, ratusan siswa menyuguhkan pertunjukan flash mob yang semakin menambah kemeriahan. Agustina dan Iswar kemudian memecahkan kendi sebagai simbol dimulainya kirab budaya Dugderan.
Mengenakan pakaian khas, Agustina dan rombongan menaiki kereta kencana, diikuti oleh kepala OPD serta unsur Forkopimda. Sepanjang perjalanan menuju Masjid Agung Kauman Semarang (MAS), ia beberapa kali menyapa dan menyalami warga yang menyambutnya dengan penuh semangat.
Setibanya di MAS, dilaksanakan pembacaan Suhuf Halaqoh sebagai pertanda masuknya bulan Ramadan. Acara juga diisi dengan pembagian roti ganjel rel di Alun-Alun Semarang, sebelum rombongan melanjutkan perjalanan menuju Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT).
Menurut Agustina, Dugderan adalah tradisi khas Semarang yang mencerminkan keberagaman budaya dan toleransi tinggi di kota ini. Warak Ngendog, sebagai simbol akulturasi budaya, menggambarkan keharmonisan berbagai etnis seperti Jawa, Arab, Melayu, dan Tionghoa.
Lebih lanjut, ia berharap perayaan Dugderan dapat semakin berkembang dan menjadi daya tarik wisata bagi Kota Semarang. Dengan pengemasan yang lebih baik, tradisi ini bisa menarik perhatian wisatawan dari dalam maupun luar negeri.
“Ini bukan sekadar perayaan, tapi juga identitas Kota Semarang. Semakin meriah dan melibatkan banyak warga, semakin besar pula dampaknya bagi pariwisata,” tutupnya. (one/redaksi)