Pati, Infojateng.id– Dua desa di Kabupaten Pati, yaitu Pasucen (Kecamatan Trangkil) dan Tlogosari (Kecamatan Tlogowungu), sedang dihadapkan pada persoalan penting soal arah pengembangan usaha desa mereka.
Di Desa Pasucen, pemerintah desa tengah bersiap menggelar Musyawarah Desa (Musdes) dalam minggu ini. Namun, dilema besar mengemuka: melanjutkan keberhasilan BUMDes yang sudah berjalan atau mengikuti program nasional Koperasi Merah Putih.
BUMDes Pasucen sejauh ini mengelola dua unit usaha—jaringan WiFi dan sewa empat unit ruko—yang bahkan sudah menyumbang PAD (Pendapatan Asli Desa). Namun, hadirnya program Koperasi Merah Putih yang disebut-sebut bisa mengakses pinjaman hingga Rp5 miliar dari Bank Himbara mulai menggoyahkan arah.
“Kita masih dilema, apalagi juknis dari pusat belum jelas. Kalau salah pilih pengurus, bisa bahaya,” kata Kepala Desa Pasucen. Ia mengingatkan bahwa kejujuran lebih penting dari sekadar kepintaran.
Sementara itu, Desa Tlogosari sempat mengalami kebuntuan karena struktur awal kepengurusan koperasi tak sesuai petunjuk teknis. Kepala Desa Tlogosari, Ali Rohmat, mengaku saat itu pihaknya belum memahami bahwa harus ada wakil-wakil ketua sesuai bidang.
“Struktur sudah kita perbaiki. Kita libatkan tokoh-tokoh masyarakat agar program ini benar-benar berjalan,” ujarnya.
Namun tantangan belum selesai. Minimnya pemahaman warga soal mekanisme dana usaha desa juga menjadi hambatan tersendiri. Untuk bidang usaha, Tlogosari belum menentukan pilihan akhir dan masih dalam tahap kajian.
“Kondisi tiap desa berbeda, jadi tidak bisa disamaratakan,” tambahnya.
Kisah dua desa ini menggambarkan dilema yang dialami banyak desa di Indonesia: antara mengikuti program pusat atau mempertahankan jalur lokal yang sudah terbukti berjalan. Keputusan yang mereka ambil dalam waktu dekat akan sangat menentukan masa depan ekonomi desa masing-masing. (edy/redaksi)