Pati, Infojateng.id – Aksi unjuk rasa yang digelar oleh puluhan mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Pati di depan gerbang Pendopo Kabupaten Pati, Selasa (3/6/2025), menuai sorotan. Pasalnya, meski telah dipersilakan masuk ke pendopo untuk berdialog langsung, massa aksi memilih bertahan di luar dan menolak ajakan Bupati Pati, H. Sudewo, ST, MT.
Dalam aksi tersebut, PMII menyuarakan penolakan terhadap kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan menyampaikan empat tuntutan kepada pemerintah daerah. Namun, niat baik dari Pemkab Pati untuk membuka ruang dialog secara langsung justru tidak direspons oleh para demonstran.
“Di depan sana, di gerbang pendopo, ada teman-teman yang mengatasnamakan diri sebagai PMII, sekitar 25 orang. Kami persilakan semuanya untuk masuk ke pendopo, tidak perlu diwakili. Silakan masuk semua,” ujar Bupati Pati H. Sudewo, ST,MT.
Ia menegaskan bahwa dirinya siap mendengarkan langsung aspirasi para mahasiswa, bahkan jika harus disampaikan dengan nada tinggi.
“Silakan ketemu saya langsung. Kita bisa berdialog. Apa aspirasinya? Kalau pun harus marah, silakan marah langsung ke saya. Itu jauh lebih baik,” imbuhnya.
Namun, ajakan itu ditolak. PMII justru meminta Bupati yang keluar menemui mereka. Menurut Sudewo, sikap seperti itu justru menunjukkan ketidakseriusan mereka dalam menyampaikan aspirasi secara sehat dan terbuka.
“Mereka justru memaksa saya untuk datang ke tempat mereka. Menurut saya, itu tidak baik. Kalau mereka datang ke pendopo, duduk bersama, ngobrol dengan baik, tentu jauh lebih bagus. Tapi kenyataannya mereka menolak untuk masuk,” jelasnya.
Bupati pun mempertanyakan motif di balik aksi tersebut. Ia menduga ada kepentingan lain yang diselipkan di balik aksi unjuk rasa itu.
“Jadi, kemungkinan besar mereka punya agenda politik, bukan aspirasi murni dari masyarakat. Kalau masyarakat, saya yakin tidak ada masalah, tidak ada problem,” tegasnya.
Diberitakan sebumnya, ada empat tuntutan PMII Pati.
1. Meninjau ulang kebijakan kenaikan PBB dan mempertimbangkan keadilan bagi rakyat kecil.
2. Melibatkan masyarakat dan akademisi secara partisipatif dalam proses penyusunan kebijakan.
3. Menerapkan penyesuaian tarif secara bertahap dalam 2–3 tahun dan mensosialisasikannya secara masif.
4. Transparansi penggunaan PAD dan optimalisasi instrumen daerah sebelum menaikkan PBB.
Meski membawa isu yang menyentuh kepentingan publik, sikap PMII yang menolak berdialog langsung dengan Bupati justru tidak ada titik temu atas aspirasi yang disuarakan. (one/redaksi)