PURWOREJO – Media digital saat ini bukan sekadar pilihan, tetapi sebuah keharusan. Salah satunya dalam hal memasarkan produk lokal agar dikenal dalam skala yang lebih luas.
Widiasmorojati dalam webinar literasi digital Kementerian Kominfo bertema “E-commerce bagi Komoditi Unggulan” menyebutkan, local brand memiliki banyak peluang di marketplace. Namun, hal tersebut juga harus dibarengi dengan meningkatkan kemampuan, etika memasuki pasar digital, serta memahami potensi yang kita miliki.
Bicara produk di Purworejo, lanjut Widiasmorojati, memiliki tantangan secara umum, yakni bagaimana menyiapkan sebuah produk untuk masuk ke ranah digital.
“Keterkaitan dengan transformasi digital dari market tradisional ke digital, belum lagi ke global market. Ketika kita masuk pasar digital kita diberi fasilitas unlimited, akan ada persaingan secara kuantiti atau kapasitas produksi,” ujarnya, dalam webinar yang digelar Selasa (15/6/2021).
Sedangkan kualifikasi untuk memasuki platform digital, masing-masing e-commerce mempunyai kualifikasi yang berbeda.
“Apa pun produknya, komoditi ekspor atau industri kreatif memiliki tantangan personal,” ujarnya.
Tantangan personal yakni kebiasaan masyarakat. Menurutnya, masyarakat di sini lebih banyak menggunakan perasaan daripada logika. Selain itu masyarakat masih enggan pindah dari zona nyaman, enggan berpikir jauh ke depan. Hal tersebut dinilai sangat mengganggu perkembangan UMKM lokal.
“Syarat personal yang harus dilakukan adalah menantang diri sendiri, untuk adaptasi, konsistensi kualitas produk, serta ketidakmampuan mengakses media dan perangkat digital,” paparnya.
Solusinya, pelaku bisnis atau UMKM harus mampu menganalisis potensi diri, termasuk dalam menganalisis keterkaitan kita dengan produk dan media digital. Ketika ingin berkembang, seseorang juga harus menambah keterampilan, serta mau mengubah pola pikir.
Sedangkan era saat ini untuk scale up keterampilan juga menjadi lebih mudah dengan adanya media dan perangkat digital, seperti smartphone.
Ditambah dengan budaya kerja dari rumah atau work from home, membuat segala sesuatu lebih mudah dijalankan. Ibarat kata, bekerja bisa sambil rebahan. Namun menurut Widiasmorojati, ajakan untuk jadi kaum rebahan sangat merugikan pelaku UMKM.
“Di sosmed banyak persuasif untuk jadi kaum rebahan. Ketika kita menerima ajakan tersebut dan mengikuti arus tersebut, siap menerima konsekuensi negatif, bisnis kita akan sulit berkembang,” ujarnya.
Sebab revolusi akan terus berkembang, dan masyarakat maupun pelaku bisnis harus siap menghadapi revolusi industri yang lebih maju.
Ia menilai yang menjadi kendala dalam permasalahan UMKM bukanlah kendala teknis. Sebab pemerintah telah membuka berbagai kran kemudahan untuk meningkatkan produk lokal.
Dalam pemasaran digital, mengunggah produk ke media tidak cukup hanya dengan gambar melainkan disertai detail produk menggunakan kalimat yang persuasif. Selain itu, memahami pasar serta mengenal karakter konsumen juga menjadi kunci dalam mengenalkan produk UMKM.
“Tantangannya adalah bagaimana pelaku UMKM mampu memberikan kualitas produk yang baik, kapasitas produksi yang memadai, serta kualifikasi yang diperlukan konsumen,” imbuhnya.
Dengan demikian, pelaku UMKM harus punya standar produk, mampu mengakselerasi kualitas dan kuantitas produk, serta sertifikasi produk. (*)