BREBES– Dalam menerima sebuah informasi, melakukan cek fakta sangat diperlukan sebelum menyebarkan info yang diterima. Hal tersebut untuk menghindari timbulnya informasi salah yang dapat berdampak buruk pada masyarakat luas.
Hal itu merupakan salah satu poin dalam memahami literasi digital yang disampaikan dalam kegiatan webinar yang diselenggarakan di Brebes, Selasa (22/6/2021).
Gerakan literasi digital merupakan program yang dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo sejak Mei 2021 untuk mendukung percepatan transformasi digital dalam mencapai masyarakat yang lebih cakap digital.
Kegiatan hari ini dihadiri oleh sejumlah narasumber: Lisa Esti Puji, Zain Handoko, M. Fatikhun, dan Titok Haryanto dengan key opinion leader Tyra Lundy dan moderator acara Fikri Hadil. Masing-masing narasumber menyampaikan materi dengan berpegang pada empat pilar literasi digital: digital culture, digital ethics, digital safety, dan digital skill.
Lisa Esti Puji Hartanti, dalam penjelasannya menyampaikan agar masyarakat berpikir kritis sebelum menyebarkan informasi yang didapat. Yakni dengan berpikir dua kali serta menganalisis data dan fakta terlebih dahulu sebelum menyebarkan informasi.
Apalagi, konten di media sosial sudah tersaring dalam istilah filter bubbles zoned. “Ruang media sosial menjadi tempat yang bebas dalam menyalurkan informasi apapun. Dan filter tersebut akhirnya memberikan informasi yang kita sukai, akhirnya kita menjadi kurang kritis karena hanya memiliki satu sudut pandang saja,” ujar Lisa dalam paparannya tentang digital ethics.
Lisa mengajak masyarakat pengguna media sosial di ruang digital agar mampu mengkritisi pendapat sendiri. Untuk mengatasi literasi digital ini menurut UNESCO ada tiga jenis berita palsu yang perlu diketahui.
“Yakni, misinformasi atau informasi yang salah tetapi tidak diciptakan untuk merugikan orang lain. Kemudian disinformasi atau informasi salah yang sengaja dibuat dengan tujuan menimbulkan kerugian, serta mal-informasi atau informasi yang dibuat berdasarkan realitas atau hanya sepenggal bocoran dan digunakan untuk menimbulkan kerugian atau bahaya bagi orang, kelompok, organisasi bahkan negara,” jelas Lisa.
Oleh sebab itu, sebagai pengguna internet maka perlu sikap hati-hati ketika menerima informasi dari media, grup chat atau lainnya. Gunakanlah sumber-sumber terpercaya untuk mengecek kebenaran data dan fakta dari informasi yang diterima.
Ia menegaskan agar masyarakat jangan sampai malas dalam mencari informasi yang akurat, atau hanya mempercayai sesuatu karena keyakinan saja.
“Carilah informasi dari sumber-sumber utama atau sumber asli, sumber sekunder yang memproduksi kembali konten asli dengan interpretasi dan analisis penulisnya seperti koran dan buku. Lalu, dari sumber-sumber tersier yang mengkompilasi berbagai sumber baik utama dan sekunder seperti tulisan opini dari ahli,” tegas Lisa.
Dalam menerima informasi, menurut Lisa, seseorang hendaknya mampu bersikap logis, analitis, dan kritis. (*)