Demak, infojateng.id – Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin mengingatkan, bahwa isu mengenai perlindungan anak di lingkungan pendidikan, termasuk pondok pesantren, tidak bisa lagi dipandang sebagai persoalan sepele.
Ia menyebut, masih ditemukannya puluhan kasus kekerasan, terutama perundungan dan tekanan mental, dalam beberapa tahun terakhir, menjadi peringatan serius, agar pesantren memperkuat sistem pengasuhan yang aman, nyaman, dan ramah anak.
Hal itu disampaikannya dalam acara halaqah bertema Pesantren Aman, Nyaman, dan Ramah Anak yang digelar di Pondok Pesantren Girikesumo, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Jumat (12/12/2025).
“Bentuk kekerasan itu tidak selalu fisik. Yang paling tinggi justru bullying dan tekanan mental. Ini menimbulkan ketidakpercayaan anak-anak didik kita untuk tumbuh dan menjadi pemimpin,” ujar Taj Yasin disela acara.
Sejak 2019 hingga 2025, beber tokoh yang akrab disapa Gus Yasin ini, tercatat ada puluhan kasus kekerasan di lingkungan pesantren.
Namun, angka tersebut belum sepenuhnya mencerminkan kondisi sebenarnya, karena banyak santri tidak berani menyampaikan persoalan tersebut ke pihak yang berwenang.
“Sering kali santri berasumsi, kalau mereka bicara, harus menjaga nama pesantren dan kiai, sehingga tidak berani menyampaikan,” kata Gus Yasin.
Menurutnya, pondok pesantren sejatinya merupakan lembaga pendidikan yang bersifat inklusif.
Karena itu, lanjut dia, pesantren harus menjadi ruang aman bagi seluruh santri, termasuk mereka yang sedang menghadapi persoalan psikologis.
Ia juga menyoroti pentingnya penataan pembinaan dan pengawasan, terutama mengenai pola senioritas di pesantren.
Penugasan santri senior sebagai pengurus merupakan bagian dari pendidikan, namun Yasin menandaskan, perlu pendampingan agar tidak berubah menjadi tekanan.
“Pemberian ta’zir (hukuman) harus bersifat mendidik,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikam Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah Fatkhurronji menegaskan, untuk mewujudkan pesantren ramah anak, membutuhkan sistem dan jejaring yang saling terhubung.
“Pesantren yang aman dan nyaman tidak cukup dilihat dari sisi fisik. Harus ada kenyamanan dalam proses pendidikan, dengan jejaring antara pengasuh, orang tua, santri, masyarakat, serta dukungan pemerintah,” terang Fatkhurronji.
Halaqah tersebut menjadi ruang penguatan komitmen para ustadz dan ustadzah, untuk menciptakan lingkungan pesantren yang aman, nyaman, dan ramah anak, sekaligus tetap menjaga nilai-nilai keilmuan dan akhlakul karimah, sebagai ciri khas pesantren. (eko/redaksi)