KUDUS – Forum Komunikasi Media Tradisional (FK Metra) bersama Kampung Budaya Piji Wetan (KBPW) sukses menggelar pentas virtual bertema Jogo Tonggo ‘Paugering Kanthi Mangkok’. Pentas virtual akan diajukan dalam lomba Pementasan Tradisional Pertunjukan Rakyat (Pertunra), melalui kanal youtube FK Metra Kudus pada akhir Agustus mendatang.
Ketua KBPW, Muhammad Zaeni menjelaskan, istilah “Paugering Kanthi Mangkok” ini sengaja dijadikan tema besar untuk menafsir ulang hukum-hukum atau norma sosial yang diajarkan Sunan Muria.
“Di situ kenapa kita memakai istilah paugering bukan pagerono, karena kita membicarakan tatanan Sunan Muria yang disuarakan kembali dengan versi terbaru,” jelasnya, Senin, (23/08).
Pihaknya menyampaikan, pentas virtual ini tidak hanya sebagai alternatif penyampaian ajaran Sunan Muria, akan tetapi yang tidak kalah untuk menjadi pesan utama yakni tentang ‘jogo tonggo’. Ketika pesan yang harus sampai kepada masyarakat adalah bagaimana penanganan virus covid-19, yang terlintas adalah pager mangkok.
“Alurnya mengalir. Pencegahan tentang virus kami sampaikan melalui seni tari, dan penyampaian ajaran pager mangkuk kami sampaikan melalui tokoh dalang,” papar Zaini, akrab disapa Jesy Segitiga.
Jesy merasa bahwasanya peserta pementasan ini memiliki multidisiplin ilmunya masing-masing baik itu pop art, gamelan, pantomime, hingga dalang. Jadi, meski persiapan dari para peserta hanya tiga minggu, ternyata bisa maksimal dan sesuai dengan petunjuk teknis dari panitia lomba.
“Biasanya kita persiapan pentas itu tiga bulan dengan waktu pertunjukkan tiga jam. Sedangkan, dari juknisnya kita punya waktu persiapan tiga minggu untuk waktu pertunjukkan 30 menit,” katanya.
Jesy ingin mengajak masyarakat luas agar bisa melihat lumbung pengetahuan yang perlu dan harus untuk dibongkar kembali dengan melihat nilai-nilai luhur dan kembali dipraktikan wacana kebudayaan. “Nilai-nilai tersebut tentu tidak sama dengan orang zaman dahulu, tapi praktik atau bentuk harus sesuai dengan zaman,” tandasnya.
Salah satu pemain, Dono, yang berperan sebagai tokoh Syarif, mengaku senang sebab banyak ilmu yang ia bisa dapatkan. Menurutnya, tokoh Syarif memiliki karakter suka bercanda dan asal ceplas ceplos (bicara sesukanya), akan tetapi yang bisa diambil dari karakter ini adalah bagaimana lebih bisa mengerti dan menghargai sesama teman.
“Ini tentu sesuai dengan ajaran pager mangkok lebih baik daripada pager tembok. Kerukunan tetangga juga harus dijaga apalagi setiap hari kita bersinggungan dengan tetangga,” ujar Dono yang juga bergabung di Teater Dewa Ruji.
Yang paling penting, menurut Dono, manfaat dari mengikuti pentas ini bertemu dengan orang baru yang masing-masing memiliki disiplin ilmu dan karakter yang berbeda.
Enam tahun bergelut di dunia teater, Dono menyayangkan, jika di masa pandemi ini menjadikan pementasan teater sering vakum dan lebih beralih ke pementasan virtual. “Kalau virtual itu harus pakai mic, face shild dan tentunya kita tanpa audien,” katanya. (infojateng.id)