Jika kita mampu mengendalikan jumlah kelahiran dengan program KB, persoalan populasi lansia tidak bisa ditekan. Yang harusnya kita lakukan adalah bagaimana mempersiapkan lansia menjadi lansia yang mandiri, sehat, produktif dan berkualitas. Jika ini terwujud, maka bisa dibayangkan berapa banyak biaya pengurusan penduduk usia lanjut yang bisa dihemat pemerintah dan bisa digunakan untuk percepatan ekonomi bangsa.
Melihat data-data lansia di atas, tampaknya masih merupakan tugas besar kita bersama untuk mewujudkan lansia yang mandiri dimasa mendatang. Sehingga harapan kita untuk memperoleh bonus demografi kedua tidak hanya harapan kosong.
Pembenahan-pembenahan diberbagai aspek mutlak dibutuhkan. Dari aspek pendidikan, tingkat partisipasi sekolah harus terus didorong sampai pendidikan tinggi, tidak hanya cukup dipendidikan dasar karena pendidikan berpengaruh besar terhadap kualitas hidup seseorang. Kesempatan belajar bagi masyarakat berpenghasilan rendah bisa ditingkatkan dengan adanya sekolah bebas biaya, program PIP, PKH, subsidi silang, beasiswa dll.
Program-program pembangunan kesehatan semakin digalakkan, kemudahan akses fasilitas kesehatan, biaya kesehatan terjangkau dan kepemilikan jaminan kesehatan lansia perlu terus dimaksimalkan sehingga ada rasa “aman” yang lansia rasakan ketika mereka sakit.
Edukasi pentingnya menabung dan memiliki asuransi/ jaminan hari tua sangat diperlukan untuk menjamin kebutuhan finansial dimasa tua. Program pembangunan kelanjutusiaan yang mampu mengayomi kehidupan lansia di Indonesia terus didorong, seperti yang terbaru dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021 mengenai Strategi Nasional Kelanjutusiaan dengan lima pilar utamanya; program pelayanan dan pemberdayaan lansia seperti ATENSI, SERASI, ASLUT, homecare dll terus dikembangkan. Penduduk usia muda dan produktif perlu dididik menjadi Generasi Berencana, karena menjadi lansia itu tidak ujug-ujug, bisa dipersiapkan dan direncanakan.(*)