Batang, Infojateng.id – Tim Penggerak (TP) PKK Kabupaten Batang dan Perhimpunan Orang Tua Penyandang Talasemia Indonesia (POPTI) Cabang Batang berkolaborasi untuk mewujudkan Batang Zero Talasemia.
Bayangkan, sebuah penyakit genetik yang kerap luput dari perhatian, namun dampaknya begitu besar. Talasemia, begitulah namanya.
Talasemia adalah penyakit yang mengharuskan para penyandangnya untuk bergantung pada transfusi darah seumur hidup, dan menghadapi biaya pengobatan yang tak sedikit.
Di Batang sendiri, tercatat ada 41 penyandang talasemia, dengan 27 di antaranya masih anak-anak. Angka ini tentu bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari perjuangan dan harapan.
Ketua TP PKK Batang Faelasufa Faiz Kurniawan menyambut hangat niat mulia ini. Dalam pertemuannya dengan POPTI Cabang Batang, ia dengan tegas menyatakan dukungannya.
Ia meyakini bahwa masyarakat belum banyak yang paham tentang Talasemia.
“Kami harap bisa kolaborasi lebih lanjut dengan POPTI, salah satunya lewat kegiatan Posyandu. Sehingga nantinya masyarakat bisa lebih aware dengan penyakit ini,” kata Faelasufa saat ditemui di Rumah Dinas Bupati Batang, Kabupaten Batang, Senin (28/7/2025).
Visi Faelasufa tak berhenti di situ. Ia berharap, kolaborasi ini akan menjadi jembatan bagi para kader Posyandu di Batang untuk mendapatkan edukasi komprehensif tentang talasemia.
Dengan begitu, mereka bisa menjadi garda terdepan dalam menyebarkan informasi dan imbauan kepada masyarakat luas.
“Untuk mewujudkan ini memang tidak mudah, tapi tentunya perlu ada upaya edukasi, agar setidaknya awareness pada Talasemia meningkat. Dari sharing tadi, ada beberapa program kerja sama yang bisa kami terapkan. Kami harap kolaborasi ini bisa berlanjut dan bisa merealisasikan program Batang Zero Talasemia,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua POPTI Cabang Batang Nety Widjayanti mengungkapkan, apresiasinya atas komitmen dan dukungan yang diberikan.
Baginya, kolaborasi ini adalah pintu gerbang menuju masyarakat yang lebih teredukasi tentang pencegahan talasemia.
Ia menekankan pentingnya skrining darah dan menghindari pernikahan antar pembawa sifat talasemia sebagai langkah kunci untuk memutus rantai penyebaran penyakit ini.
“Semoga kolaborasi ini bisa segera kami tindak lanjuti. Sehingga makin banyak pihak-pihak terkait yang paham terkait penyakit talasemia, dan bersama berkomitmen mencegah talasemia. Karena biaya pengobatan itu sangatlah mahal, sehingga kami upayakan untuk intens melakukan pencegahan,” harap Nety.
Meskipun biaya pengobatan talasemia tergolong mahal, Nety sedikit bernapas lega.
“Alhamdulillah untuk penyakit talasemia ini sudah dicover BPJS Kesehatan. Baik untuk transfusi dan obat. Dan itu harus dilakukan pasien talasemia seumur hidup,” pungkasnya. (eko/redaksi)