Semarang, infojateng.id – Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, memimpin upacara peringatan Hari Bela Negara ke-77, di Halaman Kantor Gubernur Jateng, Jumat (19/12/2025).
Kegiatan tersebut diikuti kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah, hingga pelajar.
Mewakili gubernur Jateng Ahmad Luthfi, dalam pidatonya membacakan naskah Presiden RI Prabowo Subianto, dikatakan Taj Yasin, memperingati Hari Bela Negara ke-77 menjadi momentum penting untuk meneguhkan komitmen menjaga keutuhan bangsa.
“Kita mengenang berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang dikenal dengan (PDRI) di Bukit Tinggi pada tahun 1948. Ketika agresi militer kedua mengancam keberlangsungan Republik Indonesia. Peristiwa ini menjadi bukti semangat bela negara mampu menjaga Indonesia tetap berdiri,” katanya.
Adapun, peringatan Hari Bela Negara tahun ini mengusung tema teguhkan bela negara untuk Indonesia maju.
Tema ini mengingatkan bahwa kemajuan bangsa hanya dapat dicapai apabila seluruh rakyat memiliki kesiap-siagaan disiplin dan ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantangan zaman.
Taj Yasin mengatakan, dunia saat ini berada dalam dinamika yang sangat cepat dan penuh ketidakpastian.
Rivalitas geopolitik, krisis energi, disrupsi teknologi, hingga arus informasi yang mudah dimanipulasi menjadi tantangan nyata bagi seluruh bangsa.
Ancaman terhadap negara tidak lagi bersifat konvensional melainkan berbentuk perang siber, gerakan radikalisme, hingga ancaman bencana alam yang semakin sering terjadi.
“Dalam situasi seperti ini, semangat bela negara harus menjadi kekuatan kolektif seluruh warga Indonesia,” ucapnya.
Lebih lanjut, saat memperingati Hari Bela Negara ke-77, masyarakat di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat tengah diuji oleh bencana.
Melihat sejarah, ketiga wilayah ini memiliki peran sejarah yang luar biasa dalam perjalanan Republik.
Untuk itu, ujian yang sedang dihadapi mereka menjadi panggilan bagi semua lapisan masyarakat untuk hadir dan membantu.
Dari Aceh, Indonesia belajar tentang keteguhan sebuah wilayah yang sejak masa kerajaan telah menjadi benteng pertahanan Nusantara.
Pada masa revolusi kemerdekaan, Aceh disebut sebagai daerah yang menyumbang modal.
Karena dukungan rakyatnya baik logistik, pesawat maupun dana yang menjadi penopang diplomasi dan perjuangan republik.
“Tanpa keteguhan Aceh, perjuangan mempertahankan kemerdekaan tidak akan sekuat yang kita kenal hari ini,” katanya.
Selanjutnya dari Sumatra Utara, masyarakat mengenang semangat juang rakyat Medan, area dan perlawanan heroik di berbagai kota yang tidak pernah padam.
Sumatra Utara menjadi salah satu pusat perlawanan terhadap agresi Belanda dan menjadi wilayah strategis yang menjaga kesinambungan pemerintah Republik.
“Ketangguhan rakyat Sumatra Utara menjadi bagian dari pondasi berdirinya negara kita,” katanya.
Kemudian dari Sumatra Barat barat, khususnya Bukit Tinggi, lahirlah PDRI. Penyelamat Republik Indonesia dalam masa paling kritis. Ketika ibukota negara diduduki, justru dari Sumatra Barat pemerintahan Republik Indonesia tetap Hidup.
Tanpa keberanian para tim pemimpin dan rakyat di wilayah ini, sejarah Indonesia akan sangat berbeda. Dan peringatan hari bela negara dan tidak akan memiliki makna seperti hari ini.
“Karena itu tanpa Aceh, Sumatra Utara dan tanpa Sumatra Barat, sejarah bela negara tidak akan lengkap. Mereka bukan hanya bagian dari perjalanan masa lalu, tetapi pondasi yang menegaskan bahwa persatuan adalah kekuatan terbesar bangsa ini,” katanya. (eko/redaksi)