Batang, infojateng.id – Menanamkan jiwa berkarakter dan berakhlak mulia kepada anak didik di era modern, menjadi tantangan yang cukup berat bagi para pendidik. Pasalnya, mayoritas anak bahkan orang tua lebih cenderung menerapkan bahasa Indonesia, daripada bahasa Jawa dalam berkomunikasi.
Untuk mencegah hilangnya bahasa Jawa, sebagai bahasa keseharian, maka Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Batang, menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu Tingkat SMP.
Kepala Disdikbud Batang Achmad Taufik menyampaikan, bahasa Jawa sekarang ini kurang diminati untuk digunakan sebagai bahasa sehari-hari.
“Para sesepuh merasa prihatin dengan realita ini, karena kebanyakan orang tua zaman sekarang lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dalam kesehariannya,” kata Taufik, saat meninjau jalannya Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI), di SMPN 1 Kandeman, Kabupaten Batang, Kamis (13/10/2022).
Taufik menyayangkan, minimnya penerapan bahasa Jawa di keluarga, padahal di dalamnya berhubungan erat dengan sikap dan perilaku.
“Kalau kita menggunakan bahasa Jawa, sama saja dengan mengajarkan tata krama,” tegasnya.
Pihak Provinsi Jawa Tengah tahun 2022 menyelenggarakan FTBI. Diawali dari tingkat kabupaten.
“Kabupaten Batang sudah memulainya dengan menggelar FTBI tingkat Sekolah Dasar beberapa waktu lalu dan sekarang dilanjutkan dengan jenjang SMP. Mereka yang menjuarai akan mewakili Kabupaten Batang ke tingkat Jawa Tengah pada 11-13 November 2022,” jelasnya.
Ia menuturkan selain pembiasaan melalui ajang festival, pendidik mengupayakan untuk membiasakan penerapan bahasa Jawa di lingkungan sekolah.
“Semua warga sekolah tiap hari Kamis membudayakan bahasa Jawa dalam percakapan. Jadi siswa akan terbiasa mengucapkan bahasa Jawa dalam bercakap-cakap dengan sebaya maupun guru atau orang yang lebih tua,” tuturnya.
Taufik menyebut, beberapa cabang yang dilombakan yakni gurit (menceritakan kembali dalam bentuk tulisan bahasa Jawa), sesorah (pidato bahasa Jawa), membaca akasara Jawa dan macapat.
Sementara itu Tatik Agustina selaku Panitia penyelenggara menerangkan, festival ini digelar sebagai upaya pelestarian bahasa Jawa.
“Memang ada sedikit kecemasan akan hilangnya bahasa ibu di kehidupan sehari-hari ya. Tapi kalau kita rutin menggelar lomba seperti ini, insya Allah akan bisa bertahan,” ungkap Tatik.
Siswi kelas 9 SMPN 2 Batang Amelia Febriani Suroso menyampaikan, alasannya mengikuti lomba ini karena di lingkungan keluarganya terbiasa menggunakan bahasa Jawa.
Meskipun warga keturunan, namun ia merasa prihatin, dengan minimnya minat generasi muda menggunakan bahasa Jawa ketika berbincang baik dengan sebaya maupun orang yang lebih tua.
“Di rumah orang tua saya lebih sering ngobrol dengan bahasa Jawa, jadi saya tertarik mempelajarinya. Dan puji Tuhan tahun lalu saya juara 1 lomba macapat,” ucap Amelia.
Guru pendamping sekaligus guru Bahasa Jawa, Betty Manggar Sari menambahkan, selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, Amel termasuk siswi yang cerdas.
“Tapi dari semua mata pelajaran, bahasa Jawa merupakan yang paling digemari. Nilainya di rapor selalu sembilan,” tutup Betty. (eko/redaksi)