Dalam rangka percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik, Ombudsman RI melakukan penilaian kepatuhan standar pelayanan publik setiap tahun sejak 2015. Penilaian tersebut dilakukan terhadap lingkup kementrian, lembaga, pemerintah provinsi, kota dan kabupaten.
Berdasarkan rilis Ombudsman RI tanggal 29 desember 2021, pada lingkup kementerian, tercaatat 17 kementerian masuk ke dalam zona kepatuhan tinggi atau zona hijau, sisanya sebanyak 7 kementerian masuk ke dalam zona kepatuhan sedang atau zona kuning, dan tidak ada satupun yang masuk kepatuhan rendah (zona merah).
Pada lingkup lembaga, 12 lembaga masuk ke dalam zona kepatuhan tinggi, sisanya sebanyak 3 lembaga masuk ke dalam zona kepatuhan sedang dan tidak ada lembaga yang masuk ke dalam zona kepatuhan rendah.
Sedangkan lingkup pemerintah provinsi, 13 provinsi berada dalam predikat kepatuhan tinggi, sebanyak 19 provinsi berada dalam predikat kepatuhan sedang, dan 2 provinsi berada dalam predikat kepatuhan rendah.
Pada lingkup pemerintah kota, 34 kota berada dalam predikat kepatuhan tinggi, sebanyak 61 kota berada dalam predikat kepatuhan sedang, dan sebanyak 3 kota berada predikat kepatuhan rendah. Pemerintah kabupaten juga menunjukkan bahwa sebanyak 103 kabupaten berada dalam predikat kepatuhan tinggi, sebanyak 226 kabupaten berada dalam predikat kepatuhan sedang, dan sebanyak 87 kabupaten berada dalam predikat kepatuhan rendah.
Berdasarkan hasil penilaian Ombudsman RI di atas menunjukkan hasil yang cukup membanggakan, dimana sebagian besar kementrian, lembaga, pemerintah provinsi, kota dan kabupaten sebagai penyelenggara pelayanan publik berada pada predikat kepatuhan zona sedang dan tinggi meskipun masih dalam kondisi pandemi.
Seiring dengan Covid-19 yang terkendali dan PPKM darurat yang bergeser menjadi PPKM levelling, dimana sebagian layanan tatap muka sudah mulai dibuka kembali. Layanan tersebut utamanya pelayanan yang membutuhkan kehadiran masyarakat, seperti perekaman e-KTP. Namun, pelayanan secara offline tersebut diharapkan tetap memberlakukan pembatasan jumlah orang dalam satu ruangan dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Hal tersebut mengingat virus Covid-19 masih ada, bahkan sudah ada varian baru Omicron yang masuk Indonesia.
Persepsi Anti Korupsi
Penyimpangan terhadap pelayanan publik terhadap masyarakat diduga menyebabkan adanya banyak kasus korupsi di Indonesia. Penyimpangan tersebut terjadi karena lembaga/instansi tidak menerapkan standar pelayanan publik yang semestinya.
Dalam rangka mengukur perilaku masyarakat dalam tindakan korupsi skala kecil (petty corruption), Badan Pusat Statitistik (BPS) melaksanakan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK). Berdasarkan hasil survei tersebut terjadi peningkatan nilai Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) di Indonesia pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2020. Nilai IPAK tahun 2021 mencapai 3,88, sedangkan tahun 2020 hanya mencapai 3,84 pada skala 0-5. Nilai yang semakin meningkat menunjukkan bahwa masyarakat semakin anti korupsi.
Masyarakat perkotaan ternyata lebih anti korupsi dibandingkan masyarakat perdesaan pada tahun 2021. Nilai IPAK masyarakat kota mencapai 3,92 lebih tinggi dibandingkan masyarakat desa yang hanya 3,83.
Semakin tinggi pendidikan masyarakat juga semakin anti korupsi. Pada 2021 nilai IPAK masyarakat berpendidikan diatas SLTA sebesar 3,99, SLTA sebesar 3,92 dan pendidikan dibawah SLTA hanya sebesar 3,83. Kondisi masyarakat kota dan yang berpendidikan tinggi lebih anti korupsi sebenarnya cukup masuk akal, diduga mereka lebih sadar dan lebih memahami mengenai masalah yang terkait anti korupsi di Indonesia dibanding masyarakat perdesaan dan yang berpendidikan rendah.
Meskipun nilai IPAK di Indonesia meningkat, hal tersebut belum menjamin terbebasnya kasus korupsi di Indonesia pada tahun 2021. Hal tersebut disebabkan kegiatan SPAK belum mencakup korupsi skala besar (grand corruption). Kegiatan ini hanya memotret tingkat permisifitas masyarakat terhadap kebiasaan dan pengalaman yang berhubungan dengan layanan publik dalam hal perilaku penyuapan, gratifikasi, pemerasan dan nepotisme. Pada akhirnya semoga persepsi anti korupsi masyarakat kedepan terus meningkat dan korupsi skala kecil dan besar juga semakin menurun di Indonesia.(*)