Sragen, infojateng.id – Jajaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sragen, Jawa Tengah (Jateng) geram dengan adanya kasus dugaan bullying atau perundungan di SMAN 1 Sumberlawang beberapa waktu lalu.
Buntut kasus tersebut, wakil rakyat bakal memanggil oknum guru yang diduga melakukan bullying kepada salah satu siswanya.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sragen yang membidangi pendidikan, berencana memanggil oknum guru matematika SMA N 1 Sumberlawang berinisial SWN. Ia diduga melakukan bullying terhadap salah satu siswi yang tak mengenakan jilbab saat sekolah.
“Iya, kami sudah monitor kasus itu. Segera kami akan panggil oknum guru tersebut,” papar Ketua Komisi IV DPRD Sragen, Sugiyamto.
Legislator asal PDIP itu menyampaikan pemanggilan diperlukan mengingat kasus tersebut sudah menjadi atensi publik dan ramai jadi bahan pemberitaan media.
Lebih lanjut, pihaknya merasa tergerak mengingat kasus tersebut sangat disayangkan menimpa di dunia pendidikan dan pelakunya justru tenaga pendidik.
Ia juga menyayangkan jika memang oknum guru itu melakukan perundungan verbal kepada korban. Sebab itu menyangkut keyakinan seseorang yang sangat sensitif dan menjadi hak pribadi seseorang.
“Makanya perlu kami panggil untuk diklarifikasi bagaimana sebenarnya dan duduk persoalannya. Harapan kami agar tidak ada lagi kasus-kasus serupa di kemudian hari,” tandasnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, SV, siswi kelas X asal Desa Doyong, Miri itu diduga mengalami perundungan oleh oknum guru matematikanya berinisial SWN. Sang guru yang diduga melakukan perundungan verbal terhadap korban karena tidak memakai jilbab atau hijab.
Aksi perundungan dilakukan saat sang guru memberikan nasehat menohok soal jilbab kepada korban di depan teman-temannya.
Menurut keterangan orangtua korban, Agung Purnomo, di depan teman-temannya, putrinya dinasehati sang guru untuk mengenakan hijab. Hanya saja, cara menasehati dinilai terlalu berlebihan sehingga membuat putrinya menjadi tertekan dan trauma.
Saat itu, oknum guru itu berkata bahwa apalah artinya pintar pelajaran matematika kalau tidak memakai jilbab (hijab). Sekitar 30 menit diceramahi guru, sang anak kemudian menangis dan mengadu ke orang tuanya.
“Oknum guru itu bilangnya kamu orang islam kok nggak pakai hijab. Benar kamu pintar matematika, tapi agama jauh lebih penting. Pakai hijab lebih penting. Apalah artinya pintar matematika kalau tidak pakai jilbab,” ujarnya.
SV yang seharusnya mendapatkan nasehat yang humanis, tetapi justru dibuat menangis di hadapan teman-temannya. Ia kemudian lapor ke orangtuanya setelah diceramahi sang guru di depan siswi lainnya yang hampir semuanya sudah mengenakan jilbab itu.
Oknum guru matematika yang diduga melakukan perundungan, SWN itu akhirnya dilaporkan ke Polres Sragen, Rabu (9/11/2022) sore. SWN dilaporkan setelah orangtua siswi kelas X itu, Agung Purnomo, tak terima dengan apa yang menimpa putrinya.
Setiba di Polres, mereka langsung melapor ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim dan diterima oleh Kanit PPA, Ipda Tri Ediyanto. Agung mengatakan langkah hukum terpaksa diambil lantaran ia merasa pihak sekolah tak memberi ruang dialog atau mediasi.
Sementara, seusai kejadian perundungan, putrinya justru masih terus mendapat perlakuan yang sama dari kakak kelas dan tidak ada permintaan maaf dari oknum guru.
“Awalnya sekolah janji memberi ruang dialog, tapi sampai saat ini ruang untuk dialog itu tidak pernah ada. Ini adalah PR kita bersama bagaimana hal itu tidak terjadi lagi dan anak saya bisa bersekolah lagi dengan nyaman,” paparnya.
D isisi lain, Agung justru menyoroti acara kampanye anti perundungan yang digelar sekolah beberapa waktu lalu sama sekali tidak menyelesaikan masalah. Menurutnya deklarasi itu tak ubahnya hanya sekedar seremonial belaka. Sementara atas apa yang menimpa putrinya, tidak ada action nyata dari sekolah untuk penyelesaian masalah itu.
“Faktanya setelah seremoni, anak kami tetap dibully kakak kelas dan telepon minta dijemput pulang,” jelasnya.
Agung menjelaskan sebenarnya tidak ingin masalah berlarut apalagi sampai ke ranah hukum. Ia hanya ingin masalah itu diselesaikan dengan baik agar trauma yang diderita anaknya bisa hilang dan kembali ke sekolah tanpa ada rasa takut.
“Istilahnya, bagaimana korban harus digedekke atine (dibesarkan hatinya) dan pelaku sadar untuk tidak mengulangi lagi. Itu yang sampai saat ini tidak kami dapatkan sehingga kami terpaksa lapor ke polisi,” tambahnya.
Agung juga merasa tidak masalah jika anaknya dididik bagaimana menjalankan ibadah syariat Islam dengan baik. Apalagi akhlak mulia, salat, berkerudung juga demi kebaikan sang anak. Hanya saja mendidiknya harus dengan cara yang baik dan jauh dari perundungan.
“Kami sepenuhnya yakin bahwa intoleransi dan radikalisme tidak ada tempat di negeri ini. Silakan didik anak kami dengan dijiwit, dikeplak, tapi jangan ada perundungan verbal, apalagi di depan teman-temannya,” tandas Agung.(fid/redaksi)